Kontak
- Home
- Kontak
Forum Kajian Antropologi Indonesia
Jl. Babakan Madang 15, Sentul Selatan, Bogor 16810
yayasan.fkai(at)gmail.com
info(at)fkai.org
Oleh Prof Dr. Sulistyowati Irianto
Saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya dimulai ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan melalui revisi Undang-Undang, dan “uji kebangsaan” yang menyingkirkan banyak andalan staf KPK. Kemudian terdapat berbagai peristiwa politik hukum yang melemahkan demokrasi sampai pada puncaknya dua tahun ini. Diantaranya adalah keluarnya putusan Mahkamah Agung no.23/2024, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi no.90/2023 sebelumnya. Kedua putusan itu bernuansa nepotisme, penuh kejanggalan, dan putusan MK no 90 bahkan dinyatakan cacat secara prosedural maupun substansi dalam dissenting opinion hakim MK sendiri, dan melanggar etika oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Putusan pengadilan semacam ini meruntuhkan wibawa lembaga penegakan hukum tertinggi di republik ini dan menghapus berbagai upaya reformasi.
Kemudian dalam masa lame duck pemerintahan, berbagai rancangan perundangan yang bersentuhan langsung dengan demokrasi dan hak asasi manusia, sedang dalam proses dirumuskan atau diubah untuk segera disahkan. Indonesia nampak kehilangan karakternya sebagai negara hukum. Prinsip negara hukum diletakkan oleh pendiri bangsa menjadi dasar negara kita. Penyelenggara negara wajib mendasarkan tindakannya pada hukum (rule of law), bukan negara kekuasaan (rule by law). Tujuannya agar warganegara terlindungi dari kesewenangan penguasa. Negara hukum sedang mengalami kebangkrutan.
Mengapa kita kehilangan hasil reformasi 1998, dan kembali menuju masa gelap demokrasi ? Di manakah suara penyeimbang kekuasaan ? Ketika lembaga perwakilan rakyat lebih memilih berdiam diri, di mana kelas menengah, khususnya kaum intelektual? Cuma segelintir kaum intelektual organik atau yang berani bersuara, di antara lebih banyak yang diam. Pertanyaan ini sangat relevan untuk diajukan karena Indonesia dirintis, dimerdekakan oleh pendiri bangsa, yang adalah kaum intelektual. Ketika jalan politik dan hukum saling mengunci satu sama lain, diperlukan jalan kebudayaan sebagai alternatif memulihkan Indonesia.
Lanjutan di komen
Forum Kajian Antropologi Indonesia
2 weeks ago
*Undangan Forum Diskusi Rabu #008 : Launching dan Bedah Buku “Tionghoa Medan"*
Merupakan kebahagiaan kami untuk *Launching sekaligus Bedah Buku “Tionghoa Medan”* yang di tulis oleh *Dr. Mariana Makmur, MA*, sebagai Dosen Antropologi Sosial - FISIP USU sekaligus Peneliti ETNOGRAFIK Research Center Universitas Sumatera Utara (ERC USU).
Kegiatan ini bertujuan, mengenalkan Buku “Tionghoa Medan” sebagai salah satu karya yang dihasilkan dari proses berpengetahuan oleh penulis dan memahami posisi dan kontribusi buku ini bagi pemahaman mengenai etnisitas, identitas kultural, pluralisme dan ke Indonesiaan, baik secara akademik maupun dalam konteks kebijakan.
Kegiatan ini di inisiasi kolaborasi AAI Pengda Sumut dengan Program Studi Antropologi Sosial FISIP USU, ERC USU, S2-S3 Studi Pembangunan USU, S2 Sekolah Pascasarjana Antropologi Sosial - UNIMED, dan ARTIKULA. Kegiatan akan dilaksanakan pada:
Hari / Tanggal : Rabu / 29 Oktober 2025,
Waktu : Pukul 10.00 - 12.30 Wib
Tempat : Zoom Meeting, us05web.zoom.us/j/88931596369?pwd=sC7raLIgL1Zk2OtkUvsMWBHrc58e9M.1
Menghadirkan :
1. Penulis Buku, *Dr. Mariana Makmur, MA*, Dosen Antropologi Sosial, FISIP USU dan Peneliti ERC USU
2. Pembedah I, *J.Anto*, Aktifis, Wartawan Senior, Penulis, Pemerhati Tionghoa
3. Pembedah II, *Geger Riyanto, Ph.D*, Dosen Antropologi FISIP Universitas Indonesia
4. Kegiatan akan di moderasi oleh *Dr. Saruhum Rambe, M.Si*, Dosen Antropologi Sosial, FISIP USU dan Peneliti ERC USU
Silahkan melakukan registrasi di forms.gle/jfFn1CqyLwchGLDt9. Sampai ketemu di arena diskusi.
Panitia Bersama
*Forum Diskusi Rabu#008* ... See MoreSee Less
- Likes: 2
- Shares: 0
- Comments: 0

