Batik Lasem, Tiongkok Kecil dan Cerminan Masyarakat Multikultural

Batik Lasem, Tiongkok Kecil dan Cerminan Masyarakat Multikultural

Batik lasem_tiga batik

Lebih dari seribu tahun lalu, Lasem adalah sebuah kota pelabuhan yang amat sibuk. Para pedagang dari semenanjung daratan dan Asia hingga Tiongkok dengan kapal besar berdatangan untuk membeli tembakau, jagung dan kacang dari para pedagang pribumi maupun peranakan. Datangnya armada besar Laksamana Cheng Ho ke Jawa sebagai duta politik Kaisar Tiongkok masa Dinasti Ming yang ingin membina hubungan bilateral dengan Majapahit terutama dalam bidang kebudayaan dan perdagangan negeri tersebut, mereka memperoleh legitimasi untuk melakukan aktivitas perniagaannya dan kemudian banyak yang tinggal dan menetap di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Bahkan menurut N.J. Krom, perkampungan Tiongkok di masa Kerajaan Majapahit telah ada sejak 1294-1527 M. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan tua seperti permukiman Pecinan dengan bangunan khas Tiongkoknya dan kelenteng tua yang berada tak jauh dari jalur lalulintas perdagangan di sepanjang aliran Sungai Babagan Lasem (kala itu disebut Sungai Paturen) yang pada waktu itu sebagai akses utama penghubung antara laut dan darat, juga penguasaan tempat-tempat perekonomian yang strategis.

IMG_1487-small

Selain dikenal sebagai kota pelabuhan dan Tiongkok Kecil, sejak dahulu kota kecamatan ini terkenal sebagai Kota Santri. Peninggalan pesantren-pesantren tua di kota ini dapat kita rekam jejaknya hingga sekarang. Banyak ulama-ulama karismatik yg wafat di kota ini. Sebut saja Sayid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Sambu) yang kini namanya dijadikan jalan raya yang menghubungkan Lasem-Bojonegoro, KH. Baidhowi, KH. Khalil, KH. Maksum, KH. Masduki dan lainnya. Sebagian makam tokoh masyarakat Lasem ini dapat anda jumpai di utara Masjid Jami’ Lasem. Maka tidak berlebihan jika Lasem berjuluk sebagai kota santri, mengingat banyaknya ulama, Pondok Pesantren dan jumlah santri yang belajar agama islam di kota ini. Hingga kini setiap tahun masyarakat Lasem masih mengadakan Pengajian Akbar dan Haul Mbah Sambu dan Mbah Srimpet.

DSC_0286-small

Di kota pelabuhan ini seperti ini, akulturasi antara masyarakat pribumi dan para pedagang yang berasal dari negara-negara asing dengan mudahnya terjadi. Batik Lasem memiliki berbagai motif, yang menurut beberapa ahli, mendapatkan banyak pengaruh dari motif batik Cirebon-Indramayu, dimana pada abad ke-12 perajin batik dari kedua daerah tersebut banyak melintasi dan menetap di Lasem. Motif Cirebon – Indramayu yang besar pengaruhnya dan kemudian menjadi kekhasan batik Lasem adalah misalnya motif “burung hong” (phoenix/hidup panjang), “mahluk kilin” (chin’lin/mahluk motologi singa/kemakmuran), dan sebagainya. Motif batik Lasem sama seperti motif batik lainnya, memiliki makna dan harapan bagi pembuat dan pemakainya. Motif Banji (wan-zi), misalnya bermakna kemakmuran; Lung (naga) perlambang kepemilikan, dsb. Tidak seperti batik pekalongan, batik lasem memiliki latar yang lebih sederhana, terkadang berisi (isen-isen) bunga atau burung.

Batik Lasem_Alkulturasi budaya

Batik lasem juga mudah dikenali lewat warnanya. Warna merah yang mirip dengan warna merah darah batik jawa timur-an merupakan warna utama khas Lasem. Warna bang-biron (merah-biru) dengan motif bunga teratai (lotus), bermakna pohon kehidupan, dan bunga delima, bermakna kebeningan dalam hidup, memiliki nilai falsafah yang paling tinggi. Batik dengan motif tersebut biasa dihadiahkan pada hari hari besar, dan kerap diberi prada untuk upacara khusus.
Warna merah khas batik pesisir Lasem menyebabkan munculnya dua macam batik, yaitu dua negeri dan tiga negeri. Dua negeri misalnya pertama kali dikerjakan di Pekalongan untuk kepala dan pinggir kemudian dikirim ke Surakarta untuk bagian badannya. Atau pewarnaan indigo Kudus dan Merah dari Lasem. Sedangkan tiga negeri adalah pewarnaan dimulai dari Lasem, dimana motif buah delima dan ungkeran menjadi motif utama, kemudian dkirim ke Kudus atau Semarang (kuning), Kudus atau Demak kemudian diselesaikan di Yogyakarta untuk perwarnaan sogan dan motif parang. Batik dua negeri dan tiga negeri berhenti pembuatannya menjelang perang dunia kedua.
Batik Laseman sangat liat bercirikan egalitarian, yang mana batik ini lebih terbuka atau umum penggunaannya bagi segala kalangan atau lapisan masyarakat berikut macam etnisnya. Konon perkembangan Batik Laseman ini dipengaruhi oleh unsur-unsur seni dan budaya negeri seberang, yaitu Tionghoa dan Campa. Banyaknya orang-orang Tionghoa dan Campa yang menetap di Lasem dan membaur dengan penduduk lokal lambat laun melahirkan akulturasi kebudayaan yang positif dan kaya, salah satunya adalah seni batik itu sendiri. Batik Laseman sendiri pernah mengalami kejayaan dalam produksi dan pemasarannya. Kini Batik Laseman bisa kita temukan di sudut-sudut kota Lasem bahkan di daerah sekitar Lasem dan di pertokoan atau pameran di kota-kota besar.

Batik Lasem_Pecinan
Forum Kajian Antropologi Indonesia berencana menulis dan menerbitakan buku tentang Kota Lasem dan masyarakatnya, terutama tentang batik dan kegiatan membatik. Tujuan umum penulisan tersebut adalah mendukung minat masyarakat pariwisata Lasem dan Batik Lasem. Namun secara khusus, buku ini juga diharapakan dapat memberi andil dalam pendidikan multikultural di mana masyarakat mampu berpandangan menghargai ragamnya budaya. Kota Kecamatan Lasem dapat dijadikan contoh sebagai kota plural dan konsistensinya dalam menjaga kebudayaan mereka. Hal ini yang mendorong kita untuk mewujudkan Lasem sebagai heritage city.

Previous Tenun Maluku Tenggara: Evolusi Kain Tenun dalam Komposisi Warna
Next Koentjaraningrat Memorial Lectures XII/2015: NARKOBA, SEKSUALITAS DAN POLITIK

You might also like

Agenda

Tenun Maluku Tenggara: Evolusi Kain Tenun dalam Komposisi Warna

Gelar Karya Samuel Wattimena Tenun Maluku Tenggara: Evolusi Kain Tenun dalam Komposisi Warna     “Mimpi saya sederhana. Mereka yang mempunyai keahlian menenun sebaiknya dimaksimalkan. Ini karunia Tuhan. Jika sudah

Tenun

Kain Tenun Ikat: Adat Istiadat Sumba

Kain Tenun Ikat: Adat Istiadat Sumba Kain merupakan sumber kebutuhan utama dan tidak ada habisnya selama tradisi atau adat setempat masih dilakukan. Kain-kain Sumba khususnya ditampilkan di dalam upacara-upacara adat,

Tenun

Kain Tenun Ikat Sumba Sebagai Barang Hadiah

Kain Tenun Ikat Sumba Sebagai Barang Hadiah oleh : Purwadi  Soeriadiredja Memberi hadiah, baik kepada orang-orang yang masih ada hubungan kerabat maupun kepada orang-orang yang bukan kerabat, merupakan suatu hal

0 Comments

No Comments Yet!

You can be first to comment this post!

Leave a Reply