PEMIMPIN NASIONAL SEBAGAI RATU ADIL

PEMIMPIN NASIONAL SEBAGAI RATU ADIL

Oleh:
S. Budhisantoso
Pusat Studi Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Hidup UI

Selain tekanan sosial, politik dan keamanan akibat pertikaian internal  kerabat raja, Gangguan keamanan dan kenyamanan hidup itu juga timbul karena pengaruh kekuasaan kolonial yang semakin dalam menguasai kehidupan sosial, politik, ekonomi dan keamanan di perdesaan. Berbagai peraturan dan perundangan dipaksakan oleh penguasa Kolonial sebagai imbalan jasa atas kemenangan salah satu pihak yang bertikai. Tenyata dampak intervensi penguasa kolonial itu tidak terbatas di kalangan penguasa yang harus tunduk pada berbagai peraturan protokoler yang dipaksakan, melainkan juga sa yang harus menyerahkan sebagian hasil bumi (landrente) dan bhkan sebagian tanahnya yang subur untuk kepentingan perluasan perkebunan.

Untuk mengatasi ketidakpastian dan melawan perlakuan yang tidak adil dari penguasa besar diterima kalangan luas masyarakat Jawa yang tertindas. Kepemimpinan Pangeran Diponegoro menjanjikan , kalau tidak memperkenalkan idea kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang ditunjukan melalui sikap dan tingkahlakunya maupun agama Islam yang dianutnya.

Sesungguhnya meningkatnya intensitas tekanan kekuasaan kolonial terhadap kerajaan di Jawa bermula dengan perdamaian Gianti (1755) yang  dipandu oleh penguasa  kolonial dan berhasil membagi kerajaan Jawa menjadi dua. Pembagian kerajaan itu bukan sekedar menentukan dua penguasa baru dengan wilayah kekuasaan masing-masing, melainkaan menuntut perhatian yang lebih mendalam dalam hal persebaran penduduk dan tata letak geografik yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan adaptasi penduduk.

Penentuan batas wilayah kekuasaan kedua negara yang dilakukan di atas peta, telah menimbulkan kekacauan orientasi kesetiaan penduduk terhadap “majikannya”. Mereka yang mengutamakan kesetiaan pada majikannya, terpaksa harus berpindah tempat tinggal kalau kediaman lama telah ditentukan menjadi wilayah raja yang lain. Bagi mereka yang penguasa baru. Keduanya menuntut proses penyesuaian kembali (readjustment process) dengan lingkungan alam tauapun lingkungan sosial masing-masing. Persoalan sosial juga muncul akibat kepentingan ekonomi penduduk yang menyandarkan sumber nafkahnya dengan mengolah tanah. Tidak mudah bagi mereka untuk berpindah permukiman yang belum tentu menyediakan lahan pertanian yang selama ini mereka tekuni. Sementara itu kesetiaannya pada majikan tidak mudah dibeli dengan uang, karena menyangkut keamanan dan kenyamanan hidupnya.

Masalah lain yang tidak kalah beratnya adalah penentuan batas wilayah kekuasaan kerajaan yang mengabaikan lokasi dan kondiisi georafik yang menimbulkan persilangan wilayah. Penduduk dari satu kerajaan harus melintasi wilayah kerajaan lain untuk mencapai pedesaan lain karena pembagian wilayah yang tidak memperhatikan tataletak dan kondiisi geografik. Akibatnya pertikaian sosial seringkali terjadi dan tidak jarang membangkitkan kekerasan kalau tidak dikatakan pertempuran lokal.

Sementara itu cengkeraman penguasa kolonial terhadap kehidupan sosial dan kebudayaan semakin kuat. Sesungguhnya pemerintah kolonial manapun dan di manapun senantiasa berusaha memberlakukan kebudayaan mereka atas penduduk di daerah jajahannya. Di lain pihak penduduk setempat senantiasa menolak kekuasaan kolonial, karena mereka lebih nyaman dan lebih aman menggunakan kebudayaan sendiri sebagai kerangka acuan dalam beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Namun demikian, dengan kekuasaan politik dan kekuatan militernya, penguasa kolonial senantiasa berusaha memaksakan kehendaknya dan memberlakukan kebudayaan mereka sebagaimana berlangsung di Jawa sejak berkuasanya Gubernur Jendral Daendels yang terkenal keras dan tidak segan segannya menggunakan tangan besi.

Dengan kekuasaan politik dan kekuatan militer Daendels memaksakan berbagai peraturan dan protokol dalam istana  raja  Jawa yang  menyinggung  kehormatan Sultan Hamengku Buwono II beserta perangkat kerajaan. Pemberlakuan Tatatertib dan tatanan sosial kolonial di lingkungan istana sebagai panutan , telah menimbulkan kekacauan orientasi budaya rakyat Jawa.

Pesatnya perkembangan sosial dan kebudayaan, baik yang dipacu oleh dinamika sosial masyarakat Jawa maupun pengaruh kebudayaan asing yang dibawa serta ataupun dipaksakan oleh penguasa kolonial telah memacu akulturasi di kalangan masyarakat Jawa.

Akulturasi itu bertambah parah dampaknya sebagai akibat peralihan kekuasaan kolonial Belanda ke pada penguasa kolonial Inggris. Tindakan semena-mena Gubernur Jenderal Daendels di lanjutkan oleh Raffles tanpa mengindahkan tatanan sosial, politik dan kebudayaan Jawa. Berbagai peraturan kolonial diberlakukan seperti perpajakan dan sewa-menyewa tanah pertanian untuk keperluan pengembangan perkebunan. Demikian juga pengebirian hak kerajaan untuk mendapatkan penghasilan dari rakyatnya diganti dengan gaji tetap seolah-olah para raja Jawa itu merupakan pegawai pemerintah kolonial.

Berbagai peraturan dan perundang-undangan, di awali dengan pemaksaan tatanan protokoler dalam kraton , yang mengatur hubungan-hubungan dan interaksi sosial yang resmi ataupun tidak resmi antara raja dan perangkatnya dengan pejabat pemerintah kolonial, tidak hanya menimbulkan kekacauan orientasi sosial penduduk, melainkan juga memicu akulturasi atau perubahan sosial yang cukup kuat.

Tidak urung pembaharuan dalam tatanan sosial maupun hubungan politik antar pemerintah kolonial itu telah menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Ada sementara kelompok yang tersinggung dan merasa terancam kemapanannya akibat perubahan termaksud. Sebaliknya ada pula yang mendukung perubahan sebagai sarana untuk memperlancar mobilitas sosial mereka.

Sikap Pro dan kontra terhadap perubahan sosial adalah gejala sosial yang biasa di kalangan masyarakat dunia. Dinamika sosial itu dapat dipacu karena perubahan lingkungan alam maupun perkembangan iptek, dapat memacu perubahan ssosial dan perkembangan kebudayaan setiap waktu. Masalahnya adalah pertikaian yang mungkin timbul antara kekuatan konservatif yang memuja-muja masa lampau (post figurative view) mendapat perlawanan dari mereka yang mendambakan kemajuan (co figurative view) sebagai sarana untuk memperlancar mobilitas sssosial mereka. Penolakan segala bentuk pembaharuan kebudayaan itu bisa memicu pertikaian sosial  dengan damai maupun disertai kekerasan  (violent conflict), tercermin dalam pembentukan 2 kelompok yang bertikai dalam kerajaan.

Pertikaian antar penguasa dalam menghadapi akulturasi itu meluas keluar lingkungan kratos dan memacu munculnya berbagai gerakan sosial yang menolak segala bentuk pembaharuan kebudayaan yang dianggapnya sebagai biangkeladi kesengsaraan rakyat. Gerakan ssosial pada umumnya menghendaki pensucian (purifikasi) dalam kehidupan ssosial budaya masyarakat yang telah tercemar oleh pengaruh kebudayaan asing yang nota bene dibawa dan dipaksakan oleh pihak kolonial. Untuk melaksanakan pembersihan dari pencemaran kehidupan sosial budaya masyarakat itu diperlukan kepemimpinan seorang Ratu Adil.

Kehadiran Pangeran Diponegoro dengan sepak terjang dan ketauladanannya merupakan tokoh ideal yang memenuhi kerinduan masyarakat Jawa yang tertekan oleh keadaan. Kepada ratu Adil itulah harapan terakhir masyarajkat Jawa diarahkan untuk mengentas mereka dari kesengsaraan akibat pencemaran kebudayaan kolonial yang dipaksakan.

Sesungguhnya Pangeran Diponegoro merupakan tokoh ideal yang dIdambakan segenap penduduk karena kepribadiannya yang kuat, kejujurannya dalam memimpin rakyatnya, keperduliannya terhadap penderitaan rakyatnya, kesiapannya untuk bertindak dan memimpin perjuangan menegakan keadilan. Tidaklah mengherankan kalau dalam setiap pertikaian internal maupun dengan pihak asing peran Pangeran Diponegoro selalu diperhitungkan. Kepahlawanan Pangeran Diponegoro tidak terbatas pada kegiatan praktis dalam menghadapi  berbagai masalah sosial, politik ekonomi dan keamanan, melainkan meluas ke ranah pendidikan.

Sikap hidup dan sepak terjang Pangeran Diponegoro menjadi tauladan bagi banyak penduduk dan terutama para pengikutnya yang setia. Oleh karena itu kepahlawanan Pangeran Diponegoro itu juga bersifat edukatif, terutama dalam ketauladanan dan pembentukan kepribadian yang kuat bagi para pengikut dan keturunan mereka. Hidup sederhana, tidak materialistik, bersikap terbuka, berpegang pada adat dan agama, hindarkan kekerasan dalam menyelesaikan pertikaian. Perjuangan selama peperangan Dipanegara telah berhasil menanamkan semangat kebangsaan (Jawa) dalam menghadapi penindasan dan pemerasan kekuatan penguasa yang sewenang- wenang dan kekuatan asing. Sayang sekali kepercayaannya pada kekuatan diri dan pengikutnya, serta ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Mahakuasa tidak cukup untuk menghadapi kekuatan kolonial yang menggunakan segala taktik dan strategi yang menghalalkan segala untuk mematahkan kekuatan pasukannya. Dengan tipu daya pemerintah Belanda dan pengkhianatan pejabat keraton, Pangeran Diponegoro ditangkap untuk diasingkan ke luar pulau Jawa dan dijauhkan dari pengikut setianya.

Photo:https://pilgrim74.wordpress.com/2012/07/29/ramalan-jawa-dalam-masa-perjuangan-kemerdekaan/

Previous PEMIMPIN NASIONAL: KECERDASAN DAN TAWAQAL
Next Pangeran Diponegoro & Masalah Kepemimpinan Nasional

You might also like

KML

Eskatologi Sebagai Kritik Kebudayaan

Melihat kehidupan bersama, kehidupan sosial dan politis serta segala yang berdiri di atasnya, melihat peradaban itu sendiri, dari sudut pandang linear-progresif yang selama ini didikte oleh modernitas, dengan seketika berbalik

Agenda

PANGERAN DIPONEGORO (1785-1855) DAN MASALAH KEPEMIMPINAN NASIONAL

KOENTJARANINGRAT MEMORIAL LECTURE XII/2014 “PANGERAN DIPONEGORO (1785-1855) DAN MASALAH KEPEMIMPINAN NASIONAL” Bulan Maret 2014 lalu, terbit sebuah buku karya sejarawan Peter Carey. Judulnya Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855). Penerbitannya di

KML

Herawati Sudoyo: Asal Usul Keanekaragaman Manusia Indonesia

Asal Usul Keanekaragaman Manusia Indonesia Abstrak Sejarah hunian pertama manusia modern di kepulauan Asia Tenggara masih tetap menjadi topik perdebatan hangat. Dua model telah digunakan untuk menerangkan migrasi berurutan yang

0 Comments

No Comments Yet!

You can be first to comment this post!

Leave a Reply