PEMIMPIN NASIONAL: KECERDASAN DAN TAWAQAL
PEMIMPIN NASIONAL: KECERDASAN DAN TAWAQAL
Oleh:
S. Budhisantoso
Pusat Studi Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Hidup UI
Dalam pengembangan kepemimpinannya, Pangeran Diponegoro senantiasa mengutamakan kecerdasan daripada emosi dan kepentingan pribadinya. Boleh dikatakan bahwa ia senantiasa bertindak profesional dalam membuat keputusan mendahului tindakannya. Hal itu tercermin betapa, sebagai putra mahkota, Pangeran Diponegoro tidak serta merta menuntut haknya untuk menggantikan ayahandanya Hamengku Buwono III. Bahkan iapun menolak ketika diminta untuk menggantikan kedudukan ayahndanya sebagai Hamengku Buwono IV, dan dengan cerdas dan santunnya ia mengajukan adiknya Pangeran Jarot. Penolakan tersebut mencerminkan betapa kecerdasan Pangeran Diponegoro dalam mengambil keputusan demi keleluasaan dirinya memimpin langsung rakyatnya.
Untuk menolak ganjaran kedudukan tertinggi dalam kerajaan dan tanah lungguh iapun menggunakan dalih keagamaan sebagai cermin ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pangeran Diponegoro menolak ganjaran tanah lungguh yang terbaik dengan bijaksana nya menggunakan dalih spiritual:”Apakah yang sesungguhnya diperlukan manusia dalam hidupnya didunia ini untuk keperluannya sehari-hari. Banyak atau sedikit semuanya cukup asalkan saja ia merasa puas dan selalu bersyukur terhadap apa yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Mahakuasa kepadanya, baik di dunia maupun di akhirat”. Ungkapan yang menunjukkan keluhuran budi pekerti itu justru diungkapkan dalam Babad yang ditulis oleh musuhnya, Cakranegara.
Pangeran Diponegoro juga tidak segan-segan memberikan pertimbangan dan kebijakan ke pada ayahandanya menghadapi tipudaya pihak kolonial yang menjerumuskan, seperti kebijakan untuk menyewakan tanah kepada pengusaha asing. Bahkan iapun menolak idea menerima uang sewa dari petani yang menggarap tanah miliknya. Berkali-kali Pangeran Diponegoro mencari jalan tengah untuk menyelesaikan pertikaian yang berujung peperangan dengan pihak kolonial demi ketentraman rakyatnya. Sayang pihak kraton tidak sepaham karena lebih suka menikmati hidup sebagai “aparat” yang digaji oleh pemerintah kolonial.
Ketika usaha damai penuh kebijakan itu tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari pihak penguasa kolonial maupun petinggi kraton, nampaknya tiada lain pilihan bagi Pangeran Diponegoro untuk menggunakan kekerasan senjata. Perang Diponegoro merupakan pilihan akhir. Hanya dengan pengorbanan yang besar, orang dapat membangun masyarakat baru yang bebas dari penindasan dan pemerasan. Karena itu Pangeran Diponegoro seraya menunjuk pembantu- pembantunya yang terpercaya untuk memimpin pasukan, seperti Pangeran Mangkubumi (putra HB II, saudara kandung HB III atau paman Pangeran Diponegoro), yang walaupun sudah lanjut usianya akan tetapi masih besar semangat juangnya untuk membebaskan rakyat dari segala bentuk penindasan. Kehadiran Pangeran Mangkubumi sebagai sesepuh sangat mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro yang dapat mempercayakan keluarganya di belakang medan peperangan.
Untuk memimpin pasukan, Pangeran Diponegoro mengangkat panglima yang handal, Pangeran Jayakusuma. Disamping kerabat keraton, Pangeran Dionegoro juga mengangkat ulama besar dari daerah Sala, yaitu Kyai Maja yang menyertakan putra dan kerabat dekatnya. Panglima perang yang tidak kalah kepiawaiannya dalam siasat peperangan juga memperkuat perjuangan Pangeran Diponegara, yaitu Sentot Alibasyah Prawiradirja cucu Sultan HB I.
Kecerdasan Pangeran Dipanegara dalam memilih pembantunya itu terbukti dalam kejutan dan kemenangan pertempuran di awal peperangan. Pemerintah kolonial terpaksa memperkuat pasukan dan mendatangkan beberapa jendral untuk memecah kekuatan pasukan Pangeran Dipanegara. Tidak sedikit korban yang tewas di pihak Belanda, termasuk bumi putra dan kerabat kraton yang berpihak pada kekuatan kolonial. Dalam kesibukan peperangan, Pangeran Dipanegara menyempatkan diri untuk menyatakan belasungkawa atas tewasnya beberapa kerabat yang berpihak pada musuh dengan alasan bahwa peperangan yang Pangeran kobarkan itu ditujukan untuk menghancurkan kekuatan asing yang menindas dan memeras rakyat.
Tuduhan keji seolah-olah Pangeran Diponegoro mengangkat senjata melawan kekuatan asing maupun pribumi yang menindas rakyat karena kekecewaannya tidak mendapatkan kedudukan terhormat daLam kerajaan dipatahkan oleh pernyataan-pernyataan Cakranegara sebagai musuh yang justru memuji perjuangan Pangerang Diponegoro merupakan perjuangan suci yang dilandasi kesucian dan kesederhanaan hidup sang pemimpin.
Photo : http://wasumku.blogspot.co.id/
You might also like
Koentjaraningrat Memorial Lectures XIII/2017: KEMAJEMUKAN DAN KEADILAN
KOENTJARANINGRAT MEMORIAL LECTURES XIII/2017 KEMAJEMUKAN DAN KEADILAN Kamis, 9 Februari 2017, Pukul 09.00 – 14.00 WIB Auditorium Museum Nasional, Jakarta Kita dibiasakan untuk mengidentikkan kemajemukan dengan kerukunan, harmoni, persatuan. Pada
Membangun Kehidupan dari Reruntuhan: Nilai, Ekonomi-Ekonomi Kemanusiaan dan Pertalian Sosial di Tengah Pandemi
Imam Ardhianto, Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ada yang salah dengan cara kita membicarakan pandemi. Semenjak bermulanya pandemi Covid-19, pemerintahan di seluruh dunia memperdebatkan apakah sebaiknya pemerintah dan
PERAN INDONESIA DAN ANTISIPASI KULTURAL DALAM PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir atau lebih dikenal Dr. Kartini Sjahrir, adalah Penasihat Senior Bidang Perubahan Iklim di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Republik Indonesia. Ia juga representasi Indonesia
0 Comments
No Comments Yet!
You can be first to comment this post!