PERAN INDONESIA DAN ANTISIPASI KULTURAL DALAM PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir atau lebih dikenal Dr. Kartini Sjahrir, adalah Penasihat Senior Bidang Perubahan Iklim di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Republik Indonesia. Ia juga representasi Indonesia pada Dewan Penasihat ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-AIPR). Ia bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Argentina merangkap Republik Uruguay dan Paraguay selama 2010 – 2014. Ia juga menerima Penghargaan dari Pemerintah Argentina, Order de Mayo el Merito en el Grando Cruz, pada 15 September 2014. Lahir di Balige, North Sumatera, Indonesia, Kartini Sjahrir sangat aktif pada gerakan hak perempuan dan gerakan lingkungan di Indonesia, antara lain terlibat dalam organisasi maupun menjadi pembicara pada forum-forum nasional dan internasional tentang hak perempuan, keberagaman, dan perubahan iklim. Kartini Sjahrir menerima gelar Master dan Ph.D studi antropologi dari Boston University dan gelar sarjana antropologi dari Universitas Indonesia.
PERAN INDONESIA DAN ANTISIPASI KULTURAL DALAM PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
Dr. Kartini Nurmala Sjahrir Panjaitan
Penasihat Senior bidang Perubahan Iklim, Kementerian Kooordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI
Dunia menyaksikan dampak perubahan iklim yang terjadi perlahan. Karakteristik fisik Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan kita rentan menerima imbasnya. Fakta bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang, wilayah pesisir luas, berpenduduk banyak yang hidup di wilayah pesisir, serta memiliki wilayah dan ekosistem laut, cukup menjadi pengingat bahwa Indonesia termasuk dalam kawasan yang akan pertama-tama merasakan dampak bencana iklim.
Melalui Paris Agreement tahun 2015, Indonesia termasuk sebagai 55 negara yang meratifikasi atau setuju untuk memerangi dampak perubahan iklim yang artinya mencegah suhu global naik sampai 2 derajat Celsius. Dikaitkan dengan salah satu butir Sustainable Development Goal PBB, yaitu climate action, maka strategi Indonesia adalah menyiapkan pembangunan rendah karbon yang berdasar pada empat pilar utama. Pertama, mencegah deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan. Kedua, memperbaiki kualitas lingkungan, baik air maupun udara. Ketiga, memperbaiki produktivitas pertanian tanpa harus memperluas lahan. Keempat, mendorong energi terbarukan dan konservasi energi.
Kerja-kerja besar tadi membutuhkan partisipasi berbagai pihak yaitu negara, korporasi, dan warganegara dalam porsi yang kuat dan mencapai sinergis. Namun, retorika ini mendapati banyak tantangan dilematis. Indonesia mengalami sejarah lahirnya kebijakan-kebijakan lentur (dalam bentuk perizinan-perizinan) terkait ekstraksi sumberdaya alam semenjak masa Orde Baru. Bahkan pada masa Reformasi, otonomi daerah memperluas kemudahan ekstraksi sumberdaya. Inkorporasi kebijakan ekonomi negara yang melibatkan peran swasta dalam mengelola ragam sumberdaya strategis telah mengubah bentang alam dan ekosistem skala besar sejak lama. Selain berdampak pada kenaikan emisi, juga pada kehidupan sosial dan kebudayaan. Sementara kebutuhan-kebutuhan negara untuk ekspor sumberdaya alam selalu dirasakan kurang besar. Semuanya ini mendatangkan risiko yaitu emisi karbon yang besar.
Bagaimana kita sebagai warganegara biasa yang paling rentan menjadi korban bencana iklim siap menghadapi tantangan? Apakah kebudayaan-kebudayaan yang ada di tingkat lokal saat ini memiliki ketangguhan, daya tahan dan strategi lokal? Bagaimana sikap kita sebagai intelektual? Bagaimana pula penerjemahan krisis ini dalam strategi kebudayaan nasional yang berpihak pada nasib bumi dan rakyat Indonesia?
Presentasi beliau dapat diunduh di Kartini Sjahrir – Women and Local Wisdom_ in Response to Climate Change-Lessons from Indonesia – TPL DAN APP
You might also like
Membangun Kehidupan dari Reruntuhan: Nilai, Ekonomi-Ekonomi Kemanusiaan dan Pertalian Sosial di Tengah Pandemi
Imam Ardhianto, Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ada yang salah dengan cara kita membicarakan pandemi. Semenjak bermulanya pandemi Covid-19, pemerintahan di seluruh dunia memperdebatkan apakah sebaiknya pemerintah dan
KOENTJARANINGRAT MEMORIAL LECTURE XVIII/2021
Menyoal Kebijakan Budaya: Peran dan Kontribusi Antropologi Kami informasikan bahwa Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) akan menyelenggarakan kembali Koentjaraningrat Memorial Lecture (KML), acara yang merupakan agenda tahunan FKAI sejak tahun 2004.
Pilihan Arah Peradaban setelah Pandemi: Perlunya Nilai-nilai tentang Kedaruratan dan Pertalian Sosial
Rumusan Koentjaraningrat Memorial Lectures XVII/2020[1] Sebelum kita masuk mengalami pandemi, etnografi di akhir abad ini sudah mencatat masalah dalam peradaban kita. Rangkaian dampak kapitalisme yang mengorbankan manusia adalah krisis peradaban
0 Comments
No Comments Yet!
You can be first to comment this post!