SATU INDONESIA: Suku Bangsa dan Multikulturalisme
SATU INDONESIA: Suku Bangsa dan Multikulturalisme
Oleh : Alm. Prof. Dr. Parsudi Suparlan (Guru Besar Antropologi UI)
Suku bangsa sebagai golongan sosial yang askritif dan sebagai masyarakat pemilik kebudayaan suku bangsa akan tetap ada dalam masyarakat multikultural, tetapi sebagai sebuah ideologi dan sebuah kekuatan politik seharusnya diredupkan perannya. Peranan suku bangsa tidak lagi ada dalam kehidupan publik atau masyarakat luas, tetapi berada dalam suasana-suasana suku bangsa yang merupakan ungkapan-ungkapan budaya suku bangsa dalam kehidupan masyarakat suku bangsa yang bersangkutan. Model berfikir ini mungkin sejalan dengan model kebijakan politik di zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang melarang didirikannya partai politik suku bangsa akan tetapi mengagungkan kehidupan budaya suku bangsa di dalam lingkungannya sendiri, dan menampilkan ungkapan-ungkapan budaya tersebut secara nasional dibawa lambing Bhinneka Tunggal Ika dengan penekanannya pada keanekaragaman kebudayaan.
Penekanan konsep multikulturalisme adalah terfokus pada saling memahami dalam kehidupan dengan segala perbedaan sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara kelompok atau masyarakat. Individu dilihat sebagai refleksi dari suatu sosial dan budaya dimana mereka itu menjadi bagian dari padanya. Permasalahanya bukan terletak pada waktu hubungan antar budaya tersebut bergeser menjadi hubungan antar jati diri. Pada waktu hubungan antar jati diri masih berada pada ruang lingkup kerja atau berdasarkan atas status-status sosial yang diperoleh, maka hubungan antar jati diri yang berlangsung akan mengacu pada struktur satuan sosial tempat interaksi tersebut berlangsung. Tetapi, waktu hubungan tersebut menjadi hubungan antar jati diri suku bangsa maka maka hubungan tersebut akan menapikan peranan pemahaman antar budaya yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, karena hubungan antar suku bangsa menenkankan penggunaan steriotipe dan prasangka untuk mempertegas perbedaan dan batas-batas suku bangsa diantara mereka. Karena itu didalam ideologi multikulturalisme pengaktifan kesuku bangsaan antara suku bangsa diupayakan untuk diredupkan atau ditiadakan.
Multikulturalisme berfungsi sebagai pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang beranekaragam kebudayaannya. Yang dimaksukan adalah bahwa perbedaan-perbedaan tersebut terwadahi ditempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Sedangkan kesukubangsaan dan masyarakat suku bangsa dengan kebudayaan suku bangsanya tetap dapat hidup dalam ruang lingkup atau suasana kesukubangsaanya. Tetapi, didalam suasana-suasananasional dan tempat-tempat umum yang ciri-cirinya yang seharusnya adalah kebangsaan dengan pluralisme budayanya, maka kesuku bangsaan atau dominasi sesuatu kebudayaan suku bangsa tertentu seharusnya tidak ada.
Dengan kata lain politik kesukubangsaan tidak mungkin hidup atau ditoleransi untuk dapat hidup dalam suasana nasional atau umum. Karena hanya akan menjadi acuan pemecah-belah integritas bangsa, terutama dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia. Model ini mungkin dapat kita temui dalam kebijakan politik kesukubangsaan yang dibuat oleh Presiden Soekarno dalam rezim Orde Liberal (sebelum Orde Lama), yaitu yang melarang keberadaan partai-partai politik berdasarkan suku bangsa.
Tulisan ini pernah dimuat Media Indonesia, Senin 10 Desember 2001, Indonesia Baru Dalam Perspektif Multikulturalisme
Photo: http://sempaxwarrior.deviantart.com/art/BHINNEKA-TUNGGAL-IKA-321635208
You might also like
DIPONEGORO, PERANG JAWA, DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL
DIPONEGORO, PERANG JAWA, DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL Pangeran Diponegoro, putra Sultan Hamengku Buwono III dan kakak Sultan Hamengku Buwono IV dari Keraton Yogyakarta Hadiningrat, adalah pemimpin Perang Jawa atau Perang Diponegoro
SATU INDONESIA: Masyarakat Majemuk
SATU INDONESIA: Masyarakat Majemuk Oleh : Alm. Prof. Dr. Parsudi Suparlan (Guru Besar Antropologi UI) Masyarakat majemuk adalah sebuah masyarakat negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan
Kemajemukan Indonesia
Ideologi Inklusif Kemajemukan Indonesia Oleh: Yudi Latif Mestinya kita tidak perlu gundah dengan pluralitas kebangsaan Indonesia. Toh, meminjam ungkapan Albert Einstein, Tuhan tidak sedang “bermain dadu” dalam desain penciptaan negeri
1 Comment
Suhadi
February 03, 02:28Nasehat Prof. Dr. Supardi Suparlan di atas sangat menyejukkan. Semoga para petinggi partai politik tidak menggunakan logika terbalik dari sari di atas. Merawat suku bangsa di area kekuasaan memang tidak mudah. Tetapi kalau dilandasi niatan bakti, pasti semua identitas kesukubangsaan, akan menjadi pelayan kemuliaan dan kesusilaan sosial.