Pemimpin Nasional: Imam Bonjol dan Gerakan Padri
Imam Bonjol dan Gerakan Padri
oleh:
Bondan Kanumoyoso
Departemen Sejarah FIB UI
Berbeda dengan dunia Maluku yang merupakan wilayah penghasil rempah-rempah yang sumber kehidupannya berasal dari kegiatan perdagangan maritim, Sumatra Barat merupakan wilayah pertanian yang menghasikan beberapa komoditi yang bisa diekspor seperti emas dan kopi. Tidak seperti masyarakat Maluku yang bercorak multietnis, mayoritas dari masyrakat Maluku adalah orang Minangkabau. Mereka hidupa di dataran tinggi yang berlembah yang merupakan bagian dari deretan pegunungan yang disebut dengan Bukit Barisan yang terletak di Pulau Sumatra bagian tengah. Ada empat lembah di Bukit Barisan yang menjadi pusat kehidupan orang Minangkabau. Keempat lembah tersebut terpisah satu dengan lainnya oleh bukit-bukit berbatu dan masing-masing terletak di dekat sebuah gunung berapi.
Agama Islam mulai masuk ke Minangkabau pada abad 16. Kemampuan kerajaan Minangkabau dalam menegakkan kekuasaanya ditunjang oleh keberhasilannya dalam mengelola daerah-daerah penghasil emas. Daerah penghasil utama emas di Minangkabau adalah desa-desa yang terletak di Tanah Datar. Pada tahun 1780-an sumber-sumber emas semakin menyusut, dan ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam masyarakat Minangkabau. Menurunnya arti penting emas segera digantikan oleh sumber-sumber ekonomi baru, yaitu kopi, garam, gambir dan tekstil. Wilayah-wilayah perdagangan komoditi ini terutama terletak di pegunungan Agam dan Lima Puluh Kota. Daerah-daerah ekonomi baru tersebut mengadakan hubungan dagang dengan Amerika dan Inggris.
Kegiatan perdagangan yang berkembang di Agam menyebabkan daerah itu menjadi pusat dari gerakan pembaharuan Islam. Pada sekitar awal abad 19, tepatnya sekitar tahun 1803- 4, gerakan pembaruan Islam yang semakin berkembang tersebut mulai dikenal dengan sebutan gerakan Padri. Kata Padri berasal dari sebutan “orang pidari” atau orang dari Pedir yaitu mereka yang pergi ke Mekkah untuk naik haji melalui pelabuhan Pedir (Pidie) yang ada di Aceh. Suatu upaya untuk melakukan pembaharuan Islam di Minangkabau dipelopori oleh para pedagang yang berasal dari Agam dan Lima Puluh Kota. Mereka melihat bahwa hukum Islam yang dibawa
oleh kaum pembarahu di jazirah Arab dapat memberi perlindungan terhadap kegiatan perdagangan yang mereka lakukan.
Pada awal tahun 1803 kota Mekkah berhasil ditaklukkan oleh kaum pembaharu Islam yang dikenal dengan sebutan kaum Wahabbi. Mereka merupakan penganjur pembersihan Islan dari ketidakmurnian. Dalam sejarah Islam, di masa-masa krisis sering terjadi gerakan besar kebangiktan kembali kesadaran beragama. Gerakan ini biasanya ditandai dengan aspek politik dan militer yang kuat serta didasarkan pada pembedaaan yang tegas. Berdasarkan inspirasi yang diberikan oleh kaum Wahabi, para Haji yang baru pulang dari Mekkah menyebarkan gagasan untuk melakukan pembaharuan Islam di kalangan masyarakat Minangkabau. Dengan menyebut dirinya sebagai kaum padri mereka menentang perjudian, sabung ayam, penggunaan candu, minuman keras, dan ketaatan yang lemah terhadap kewajiban-kewajiban yang ada dalam agama Islam.
Para guru agama di Minangkabau diberi gelar kehormatan “tuanku”. Gelar kehormatan ini pula yang digunakan oleh para pimpinan kaum Padri. Salah satu pimpinan gerakan Padri yang terkemuka adalah Tuanku Imam Bonjol (1772-1864). Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh kaum Padri di Minangkabau mendatangkan reaksi yang keras dari kelompok masyarakat lainnya yang dipimpin oleh para pemuka yang disebut dengan penghulu (para kepala suku dan pemimpin adat). Para penentang gerakan Padri adalah masyarakat Minangkabau yang mendiami wilayah Tanah Datar dan dataran-dataran rendah lainnya yang tidak banyak terlibat dalam kegiatan perdagangan. Pertentangan yang terjadi berujung pada konflik terbuka. Pada tahun 1815 sebagian besar keluarga kerajaan Minangkabau yang terletak di Tanah Datar terbunuh oleh kaum Padri.
Setelah berhasil mengalahkan kekuatan penentang utamanya, gerakan Padri mulai meluaskan pengaruhnya ke Tapanuli Selatan. Di wilayah tersebut kaum Padri melakukan apa yang mereka sebut sebagai pemurnian agama. Di sisi lain, ada yang beranggapan bahwa apa apa yang dilakukan oleh kaum Padri terhadap orang Mandailing yang mendiami wilayah Tapanuli Selatan adalah adalah agresi yang diiringi dengan penjarahan dan berbagai tindak kejahatan lainnya.12 Kemenangan kaum Padri segera mendapat tantangan yang serius dengan kembali berkuasanya orang-orang Belanda di Padang pada tahun 1819. Para penghulu yang anti kaum Padri dan para anggota keluarga kerajaan yang masih hidup segera meminta bantuan kekuatan kolonial lama tersebut.
Selama berlangsungnya Perang Jawa, Belanda tidak dapat mengerahkan kekuatan penuh dalam menghadapi kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Setleah tahun 1830 perang antara Belanda melawan kaum Padri semakin berkobar. Pintu-pintu yang menyuplai logistik bagi kaum Padri berhasil diblokade. Blokade dilakukan Belanda dengan menutup pesisir barat dan pesisir timur Sumatra bagian tengah yang merupakan pintu gerbang perdagangan Minangkabau. Pada tahun 1837, basis kekuatan utama kaum Padri di Bonjol berhasul direbut Belanda. Ketika pusat kekuatan utama kaum Padri tersebut direbut, Tuanku Imam Bonjol berhasil melarikan diri. Tetapi pelariannya tidak berlangsung lama, karena ia kemudian menyerah. Tuanku Imam Bonjol dihukum dengan cara diasingkan. Pertama ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir ke Menado, tempat di mana ia wafat pada tahun 1864.
Photo: http://profilbos.com/2016/04/26/profil-biografi-tuanku-imam-bonjol/
You might also like
KOENTJARANINGRAT MEMORIAL LECTURE XVIII/2021
Menyoal Kebijakan Budaya: Peran dan Kontribusi Antropologi Kami informasikan bahwa Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) akan menyelenggarakan kembali Koentjaraningrat Memorial Lecture (KML), acara yang merupakan agenda tahunan FKAI sejak tahun 2004.
Pemimpin Nasional: Perlawanan Pangeran Nuku dari Tidore
Perlawanan Pangeran Nuku dari Tidore Oleh: Bondan Kanumoyoso Departemen Sejarah FIB UI Kemungkinan untuk mendapatkan untung yang besar dari perdagangan rempah-rempah di maluku berupa cengkeh dan pala merupakan hal yang
TENUN IKAT SUMBA: WARISAN BUDAYA YANG MENEMBUS ZAMAN
TENUN IKAT SUMBA: WARISAN BUDAYA YANG MENEMBUS ZAMAN Masyarakat penduduk Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, mengandalkan hidup terutama dari kegiatan bertani atau beternak. Namun, menenun kain adalah mata pencaharian lain yang
0 Comments
No Comments Yet!
You can be first to comment this post!