Kemajemukan dan Politik Kebudayaan Nasional

Kemajemukan dan Politik Kebudayaan Nasional

oleh: Hilmar Farid

Bagaimana memastikan agar politik rekognisi dan politik redistribusi bisa berjalan seiring dalam konteks keindonesiaan? Kebijakan budaya macam apa yang harus dimajukan agar diskursus kemajemukan tetap tertanam pada upaya besar untuk mewujudkan keadilan sosial-ekonomi?

Hal pertama yang perlu diperhatikan ialah konteks kebangsaan. Pengakuan pada kemajemukan bukan berarti penerimaan atas semua budaya yang berkembang di Indonesia tanpa reserve, melainkan menempatkan kemajemukan budaya tersebut dalam bingkai proyek tanpa akhir untuk membentuk “kebudayaan nasional”. Artinya, mesti ada proses seleksi atas keragaman ekspresi budaya yang muncul di Indonesia dalam rangka mengamankan kepentingan nasional untuk memajukan kebudayaan bangsa.

Lalu apa itu kebudayaan nasional? Sekalipun kita bisa berdebat panjang soal itu, kita tentunya dapat sepakat untuk menempatkan Pembukaan UUD 45 sebagai acuan utama kebudayaan nasional. Di sana dinyatakan dengan jelas bahwa Republik Indonesia dibangun di atas ide bersama bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan kolonialisme dalam segala bentuknya harus dihapuskan dari muka bumi. Perwujudan ideal dari kemerdekaan itu ialah perlindungan atas segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, pemajuan kesejahteraan umum, pencerdasan kehidupan bangsa serta pelaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45 inilah yang tentunya mesti kita jadikan pedoman dalam upaya pemajuan kebudayaan nasional.

Dalam ranah kebijakan budaya, apa yang mesti dilakukan untuk mengupayakan kemajemukan yang berbasis pada keadilan sosial-ekonomi? Ada dua solusi yang saling bertalian:

  1. Mendorong perluasan akses dan kesempatan dalam kegiatan dan ekspresi budaya. Dengan cara    ini pengakuan pada keragaman identitas budaya diberi ruang dan dijamin kelestariannya.
  2. Mendorong kegiatan budaya yang punya unsur pemberdayaan ekonomi, terutama bagi kaum yang lemah dan terpinggirkan. Dengan cara ini akar ketidakadilan yang memicu sektarianisme dibenahi.

Foto: http://fatkhan.web.id/2016/12/16/kemajemukan-sebagai-kekayaan-bangsa-indonesia/

Previous PENGARUH KEBUDAYAAN PERANAKAN PADA CORAK HIAS BATIK PESISIRAN
Next Globalisasi dan Ledakan Pluralitas

You might also like

Kekinian

DIPONEGORO, PERANG JAWA, DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL

DIPONEGORO, PERANG JAWA, DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL Pangeran Diponegoro, putra Sultan Hamengku Buwono III dan kakak Sultan Hamengku Buwono IV dari Keraton Yogyakarta Hadiningrat, adalah pemimpin Perang Jawa atau Perang Diponegoro

KML

Buku Program dan Makalah Koentjaraningrat Memorial Lectures XVII/2020

Koentjaraningrat Memorial Lectures XVII/2020: Menerawang Peradaban dan Kemanusiaan Pasca Pandemi Covid19 telah dilaksanakan pada Rabu, 30 September 2020, 14:00 – 16:30 WIB. Terima kasih kepada para peserta atas kehadiran dan

KML

Materi Kuliah Umum Prof. Dr. Sulistyowati Irianto – DILEMA INTELEKTUAL DI MASA GELAP DEMOKRASI: TAWARAN JALAN KEBUDAYAAN

Kuliah Umum Koentjaraningrat Memorial Lecture XXI/2024 telah berlangsung pada Senin 3 Juni 2024 di Auditorium Mochtar Riady, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia oleh Prof. Dr. Suiltyowati Irianto.

0 Comments

No Comments Yet!

You can be first to comment this post!

Leave a Reply